Thursday, March 29, 2012

Pembiayaan Pendidikan


Secara umum adminitrasi dan manajemen pendidikan nasional dapat dirumuskan sebagai berbagai usaha untuk mewujudkan visi, misi, dan program dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Di dalam upaya tersebut antara lain termasuk berbagai komponen kegiatan untuk merencanakan, pembiayaan (anggaran), penyelenggaraan, dan evaluasi pendidikan nasional. Disamping itu, kesempatan untuk pendidikan yang bermutu harus diberikan untuk semua warganegara. Peluang pendidikan haruslah disiapkan, karena masyarakat berhak untuk memperoleh pendidikan dengan fasilitas negara. Oleh karena itu, admnistrasi dan manajemen pendidikan merupakan keseluruhan penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai kualitas pendidikan dalam berbagai bentuk, jenis, dan jenjangnya. Dengan demikian, pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan tidak akan terlepas dari pengelolaan dan kebutuhan anggaran untuk keterlaksanaannya.

Khusus mengenai anggaran tersebut, Karyoso (2005: 109-110) mende­finisikannya sebagai:

Suatu alokasi sumber-sumber (resources) yang dibuat secara terencana mengenai bermacam-macam hal yang akan dilakukan pada masa yang akan datang yang didasarkan pada sejumlah variabel penting yang ditujukan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu, dan yang mengaitkan antara penerimaan-penerimaan yang diperkirakan dengan pengeluaran-pengeluaran, serta membentuk/menetapkan suatu dasar untuk mengukur dan mengontrol pengeluaran dan pendapatan.



Dalam batasan di atas, secara jelas dinyatakan bahwa anggaran disusun berdasarkan variabel-variabel yang penting guna mencapai tujuan yang diinginkan. Atas dasar pengertian ini, dapatlah dipahami tanpa menafikan komponen-komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan bahwa masalah biaya penyelenggaraan pendidikan juga merupakan salah satu komponen atau variabel yang teramat penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Seperti ditegaskan oleh Supriadi (2004: 3) bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Karena itu, pembiayaan pendidikan merupakan suatu keharusan bagi terselenggaranya suatu pendidikan. Hendaknya dipahami bahwa hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan dapat berjalan.

Berkenaan dengan biaya pendidikan itu sendiri, menurut Supriadi (2004: 3) adalah semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Sedangkan Gaffar (1991) dalam Mimbar Pendidikan Nomor 1 Tahun X April 1991 (1991: 56-60) mengungkapkan bahwa pembiayaan pendidikan (educational finance) mencakup beberapa aspek. Aspek pertama adalah revenue (sumber biaya pendidikan). Aspek kedua adalah alokasi atau distribusi yang mengungkap masalah-masalah bagaimana mengalokasikan dan mendsitribusikan biaya yang diperoleh dari berbagai sumber pembiayaan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan. Sehubungan dengan itu pula maka salah satu bahan kajian berkenaan dengan biaya pendidikan membicarakan mengenai bagaimana sumber-sumber biaya pendidikan dapat diperoleh dan bagaimana mengalokasikannya pada satuan pendidikan. Berkenaan dengan pengalokasian dan distribusi pembiayaan pendidikan Surya (2006) menyatakan bahwa ”Jika dikehendaki agar anggaran itu berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan, anggaran berapun besarnya harus dikelola sedemikian rupa sehingga dijamin sampai ke front yang paling depan yaitu di tingkat institusional dan instruksional dan digunakan secara efektif.” Bila diinterpretasikan pendapat yang dikemukakan oleh Surya (2006) di atas, jelaslah bahwa sasaran alokasi anggaran adalah pada prasarana dan sarana belajar di tingkat satuan pendidikan. karena itu, pengalokasian anggaran pendidikan haruslah didasarkan pada paradigma pendidikan itu sendiri dan kondisi serta di mana tempat sekolah itu berada. Seperti dikemukakan oleh Supriadi (2004:17) mengingat sekolah-sekolah di Indonesai sangat beragam, diperlukan studi untuk menetapkan standar-standar biaya pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Bila hal yang diungkapkan di atas dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas), Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”, serta Pasal 47 ayat (2) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, maka dapat dinyatakan bahwa penyediaan anggaran pendidikan menjadi tanggung jawab negara, baik pemerintah pusat yang bersumber dari APBN maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kab/kota yang bersumber dari APBD. Sedangkan untuk menggalang peran serta masyarakat diperlukan adanya suatu sistem yang mendukung atau memberikan ruang gerak kepada sekolah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya.

Dengan demikian, pembiayaan pendidikan harus mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi upaya peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Kapasitas pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam mengelola sumber daya pendidikan sangat menentukan keberhasilan peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Fungsi insentif dan disinsentif bagi peningkatan akses, mutu, dan tata kelola akan dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mendorong tumbuhnya prakarsa, kreativitas, dan aktivitas pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam meningkatkan kapasitasnya untuk meningkatkan akses, mutu, dan tata kelola.

Atas dasar itu, maka pada tempatnya bila pembiayaan pendidikan diarahkan pada sasaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi oleh setiap satuan pendidikan, kita patut menduga bahwa hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap terlaksananya proses pendidikan sesuai dengan yang diharapkan, khususnya keterlaksanaan standar pelayanan minimal dan program wajib belajar 9 tahun. Karena harus disadari bahwa untuk memprioritaskan kualitas dan kuantitas pendidikan, masing-masing sekolah mempunyai prioritas yang berbeda-beda. Satuan pendidikan, secara mandiri harus diberikan kewenangan penuh menata anggaran biaya secara efisien, karena jumlah enrollment akan menguras sumber-sumber daya yang cukup besar. Efektivitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi, program kegiatan tidak hanya dihitung berdasarkan biaya, tetapi juga waktu, dan amat penting menyeleksi penggunaan dana operasional, pemeliharaan, dan biaya lain yang mengarah pada pemborosan. Sehubungan dengan itu, maka biaya yang diberikan harus diprioritaskan secara seimbang sesuai dengan kondisi kebutuhan yang ada pada setiap satuan pendidikan.

No comments:

Post a Comment