Friday, March 30, 2012

Konsep Pusat Pertumbuhan Ekonomi


Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada pola interaksi antara usaha-usaha tersebut.

Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, (2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis, (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2004). Ciriciri pusat pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Dengan demikian kehidupan kota menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
2.      Adanya unsur pengganda (multiplier effect) keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Maknanya bila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh pada peningkatan sektor lain. Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda memiliki peran yang signifikan terhadap pertumbuhan kota belakangnya. Hal ini terjadi karena peningkatan berbagai sektor di kota pusat pertumbuhan akan membutuhkan berbagai pasokan baik tenaga kerja maupun bahan baku dari kota belakangnya.
3.      Adanya konsentrasi geografis konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attraciveness) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga. Hal ini membuat kota tersebut menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lebih lanjut.
4.      Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri.
Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa pengisap dan memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah-wilayah belakangnya yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat secara berangsurangsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus penduduk, modal, dan sumberdaya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya sangat cepat dan bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan antara pusat dan wilayah pinggiran cenderung lebih besar (Rahardjo Adisasmito, 2005).
menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota danPerkembangan modern teori Titik Pertumbuhan terutama berasal dari teori Kutub Pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Prancis yaitu Perroux pada tahun  1950 dengan teorinya mengenai kutub pertumbuhan (pole de croisanse atau pole de development) (Sihotang, 2001:96).
Pemikiran dasar dari konsep titik pertumbuhan ini adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil titik fokal (pusat). Di dalam suatu daerah arus polarisasi akan bergravitasi kearah titik-titik fokal ini, yang walaupun karena jarak arus tersebut akan berkurang. Di sekitar titik fokal ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah pengaruhnya.
Menurut  Perroux dalam Sihotang  (2001:98)  telah mendefinisikan kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri-industri sedang mengembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjutan dari kegiatan ekonomi daerah pengaruhnya. Kutub pertumbuhan regional terdiri dari suatu kumpulan industri-industri yang mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta cenderung menimbulkan aglomerasi yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor ekonomi eksternal itu seperti turunnya biaya produksi, pembangunan pasar bagi pekerja urban dan akses pasar yang lebih besar. Menurut Arsyad (1999 : 148) bahwa inti dari teori Perroux ini adalah sebagai berikut :
1.      Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah karena keterkaitan antar industri (forward linkage and backward linkage), maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut
2.      Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya.
3.      Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif  akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif. Diharapkan dari ide ini adalah munculnya trickle down effect and spread effect.
Menurut Tarigan (2009: 128-130) dalam bahasa lain kutub pertumbuhan dapat diartikan sebagai:
1.      Arti fungsional, growth pole digambarkan sebagai suatu kelompok perusahaan cabang industri atau unsur-unsur dinamis yang merangsang kehidupan ekonomi. Hal penting disini adalah adanya permulaan dari serangkaian perkembangan dengan multiplier effect nya.
2.       Arti geografis, diartikan sebagai suatu pusat daya tarik (pole attraction) yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berkumpul disuatu tempat tanpa adanya hubungan antara usaha-usaha tersebut.
Menurut Richardson dalam Sihotang (2001 : 99) kutub pertumbuhan tidaklah hanya merupakan lokalisasi dari industri-industri inti. Kutub pertumbuhan harus juga mendorong ekspansi yang besar di daerah sekitar dan karenanya efek polarisasi strategi adalah lebih menentukan daripada perkaitan antar industri. Prasarana yang sudah sangat berkembang, penyediaan pelayanan sentral, permintaan terhadap faktor-faktor produksi dari daerah pengaruh dan penyebaran pertumbuhan ke seluruh daerah pengaruh dan pesebaran pertumbuhan ke seluruh daerah pengaruh adalah penting untuk mendorong polarisasi.
Pusat-pusat penduduk yang besar mempunyai potensi pasar yang tinggi dan secara sosial dan kultural lebih menarik minat investor, dengan demikian titik pertumbuhan pun biasanya adalah pusat penduduk substansial atau yang mempunyai potensi pertumbuhan penduduk yang cepat. Analisis titik pertumbuhan mengandung hipotesis bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan sebagai keseluruhan akan mencapai maksimum bila pembangunan dikonsentrasikan pada titik-titik pertumbuhan dari pada pembangunan dipencar-pencar secara tipis pada di seluruh wilayah. Dengan demikian pola interaksi antara masing-masing titik pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya adalah merupakan unsur penting dalam teori pola interaksi.
Pola interaksi ini menurut Sihotang (2001:115) mempunyai beberapa aspek :
1.      Pola interaksi ini menimbulkan ketidakseimbangan struktural di daerah bersangkutan, jika suatu titik pertumbuhan digandengkan dengan pembangunan suatu komplek industri baru, maka industri tersebut ditempatkan disekitar titik pertumbuhan itu. Walaupun daerah-daerah penyuplai akan ikut terdorong dan berkembang, tetapi perbedaan yang besar dalam kemakmuran antara titik pertumbuhan dengan daerah yang mengitarinya akan tetap terdapat.
2.      Teori titik pertumbuhan secara implisit bersumber pada konsep basis ekspor tetapi dengan memberinya dimensi ruang, karena industri-industri inti atau key industries berlokasi pada titik pertumbuhan sedangkan industri penyuplai tenaga kerja, bahan mentah dan pelayanan-pelayanan dependent dapat terpencar di daerah pengaruhnya.
3.      Fungsi pusat wilayah dari titik pertumbuhan dengan asumsi bahwa tempat tersebut adalah pusat penduduk substansial  dapat memperjelas hubungan antara titik pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya, tersedianya pelayanan sentral adalah salah satu keuntungan aglomerasi yang penting dari titik pertumbuhan.
Menurut Perroux dalam Arsyad (1999:147-148) pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat dengan intensitas berbeda sehingga dalam proses pembangunannya akan timbul:
1.      Industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah;
2.      Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut dapat mempengaruhi wilayah-wilayah lainnya;
3.      Reaksi dari sektor-sektor basis/unggulan yang reaktif diharapkan mempengaruhi sektor-sektor non basis.
Menurut Blakely dalam Arsyad  (1999:120-121)  bahwa peran pemerintah daerah dalam pembangunan daerah adalah sebagai: (1) entrepreneur/developer, yaitu pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjawab suatu usaha bisnis ; (2) coordinator, yaitu pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator dalam penetapan suatu kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan daerahnya; (3) facilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional (prilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya;    (4) stimulator, yaitu pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan mempertahankan serta menumbuh kembangkan perusahaan - perusahaan yang telah ada di daerahnya.
Teori pusat pertumbuhan hampir sama dengan teori pusat wilayah (central place theory) yang menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of place). Setiap pusat wilayah didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri bahan baku). Pusat wilayah tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori pusat wilayah ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah. Baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Beberapa daerah dapat menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman.
Menurut teori ini bahwa fungsi pokok suatu pusat kota adalah sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah belakangnya (daerah komplementer), menyuplainya dengan barang dan jasa sentral seperti jasa perdagangan, perbankan, fasilitas pendidikan, hiburan serta jasa-jasa dari pemerintah kota/daerah. Jumlah jasa-jasa itu dapat menaik dan turun tergantung pada ambang permintaan atau demand threshold yaitu tingkat permintaan minimum yang diperlukan untuk mendukung pelayanan jasa dan lingkup permintaan atau demand range yaitu batas-batas luar dari daerah pasar untuk masing-masing jasa. Kedua faktor inilah yang menentukan banyak dan besarnya tempat pusat wilayah yang menyuplai masing-masing jasa sehingga dari itu timbulah hirarki pusat wilayah (Sihotang, 2001: 83). Teori pusat wilayah adalah relevan bagi perencanaan kota dan regional karena sistem hirarki merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber daya kepada daerah-daerah. Pusat wilayah besar seringkali merupakan titik pertumbuhan inti di daerahnya dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah .        

No comments:

Post a Comment