Friday, March 30, 2012

Kepemimpinan Kepala Sekolah


Kepemimpinan kepala sekolah pada dasarnya sama dengan kepemimpinan suatu unit organisasi lainnya hanya yang membedakan adalah subjek pokok permasalahannya. Pada suatu organisasi/perusahaan yang menjadi objek utama adalah karyawan, sedangkan pada sekolah yang menjadi objek utamanya adalah siswa dan guru. Hasil yang diharapkan tercapainya tujuan pembelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.

Sekolah adalah lembaga yang bersifat komplek dan unik. Bersifat komplek karena sekolah bersifat organisasi didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedangkan yang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya komplek dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah (Abor, 1992 : 52).

Konsep kepemimpinan kepala sekolah mempunyai defenisi yang beragam tergantung pada perspektif, kepentingan dan latar belakang keahlian yang mendefinisikannya. Para ahli biasanya mendefinisikannya. Para ahli biasanya mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran dan posisi administrasi pimpinan. Sebagai gambaran dapat dikemukakan sebagai berikut : (a) pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian, satu atau beberapa tujuan tertentu (Tennenbaun Wascler & Massarik, 1961); (b) peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada tersebut, kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz & Khan, 1978); (c) sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diimpikan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques, 1990); (d) usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan (Gibso Ivacevie Dannelly :1997).

Definisi kepemimpinan yang diungkapkan tersebut menyangkut sebuah proses sosial atau pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menyusun aktivitas-aktivitas suatu hubungan-hubungan didalam suatu kelompok atau organisasi. Menurut Schermerhorn didalam lingkungan organisasi, kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedangkan informal terjadi dimana, kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.

Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi orang-orang tanpa didasarkan atas petimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat, dan integritas. Oleh karena itu kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.

Menurut Wahjosumidjo (2002:62) “dalam praktek, kata “memimpin” mengandung makna konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberi teladan, memberikan dorongan, memberi bantuan dan sebagainya. Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi, betapa luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi”.

Lebih lanjut Siagian (1982:12) mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan sebagai keterampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah dari padanya, dalam berpikir-bertindak agar perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku organisosial.

“Kepemimpinan” biasanya didefenisikan oleh para ahli menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena demi kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan. Sementara itu, Nawawi mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi, dan mempengaruhi orang-orang yang bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan (Nawawi, 1987: 81).

Dari definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum, seperti: (1) didalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih; dan (2) didalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.

Disamping kesamaan asumsi yang umum, didalam defenisi tersebut juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula, seperti: (1) siapa yang mempergunakan pengaruh; (2) tujuan daripada usaha untuk mempengaruhi; dan (3) cara pengaruh itu digunakan.

Yukl (1981: 36) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Guna lebih memahami makna dari kepemimpinan, Yukl (1981:36) mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian dan defenisi tentang kepemimpinan: (a) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan; (b) kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagaimana dalam rangka meyakinkan kepada yang dipimpinnya, agar mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela dan penuh semangat; (c) kepemimpinan adalah proses mengarahkan dari mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok; (d) kepemimpinan adalah tindakan atau tingkah laku individu dan kelompok yang menyebabkan individu dan juga kelompok-kelompok itu untuk bergerak maju, guna mencapai tujuan pendidikan yang semakin bisa diterima oleh masing-masing pihak, dan (e) kepemimpinan adalah proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma & sebagainya dari pengikut untuk mereaksi visi.

Dari uraian diatas telah dikemukakan beberapa defenisi tentang kepemimpinan, dan tentunya masih banyak defenisi kepemimpinan yang bisa ditemukan lagi. Stogdill (1974: 7) mengklasifikasikan defenisi kepemimpinan sebagai (1) fokus proses-proses kelompok; (2) suatu kepribadian; (3) seni mempengaruhi orang lain; (4) penggunaan pengaruh; (5) tindakan atau tingkah laku; (6) bentuk persuasi; (7) hubungan kekuasaan; (8) alat mencapai tujuan; (9) akibat interaksi; (10) perbedaan peran dan (11) inisiasi struktur.

Kartono (1984: 34) menyatakan bahwa : pimpinan adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan keahlian khusus sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau beberapa tujuan.

Davis yang dikutip Sutisna (1993: 34) menyatakan bahwa: kepemimpinan adalah kemampuan untuk membujuk orang lain supaya mengejar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan bergairah. Menurut Nurdin (2001: 23) yang mengemukakan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud tujuan tertentu.

Hersey & Blanchard (1977 : 83) menyatakan bahwa kepemimpinan “is the process on influecing the activities of an individual or group in effort toward goal achievement in a given situation”. Pandangan ini senada dikemukakan bahwa : “leadership is the process of influecing group activities toward goal setling and goal achievement”. Diartikan bahwa studi tentang kepemimpinan bukanlah terletak pada orangnya, melainkan pada bagaimana proses orang tersebut dalam mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam situasi tertentu, sehingga orang dipengaruhi tersebut dapat melakukan apa-apa yang diinginkan oleh yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian tentang defenisi kepemimpinan diatas, terlihat bahwa unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah supaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Wirawan, “mempengaruhi” adalah proses dimana orang yang mempengaruhi berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis (Wirawan, 2002 : 135).

Bertolak dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak disadari, seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.

Kepemimpinan kepala sekolah pada dasarnya sama dengan kepemimpinan suatu unit organisasi lainnya. Hanya yang membedakan adalah subjek pokok permasalahannya. Pada suatu organisasi/perusahaan yang menjadi objek utama saya adalah karyawan, sedangkan pada sekolah yang menjadi objek utamanya adalah siswa, dan hasil yang diharapkan adalah tercapainya tujuan pembelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.

Seorang kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang akan menentukan langkah-langkah pendidikan yang efektif di lingkungan sekolah (Juairial : 2006). Sedang menurut Wagiman (2005) kepala sekolah adalah seorang tenaga fungisional yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah yang menyelenggarakan proses belajar mengajar. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin selalu akan terikat dengan atasan, jenis kelamin antara pria dan wanita, serta jaminan pasti dan ketidakpastian yang ada. Ketiga hal tersebut berpengaruh dalam bagaimana dia membuat berbagai kebijakan dalam mengelola sekolahnya seperti bagaimana dia membuat perencanaan dalam mengelola sumber daya sekolah, seperti guru, staf, sarana dan prasana, keuangan serta yang berkaitan dengan komite sekolah.

Sigala (2007: 88) Kepala sekolah adalah orang yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah, menghimpun, memanfaatkan dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memenuhi harapan yang tinggi bagi para staf dan para siswa. “Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan warna bagi sekolah mereka”. Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dari irama suatu sekolah (Wahjosumidjo, 2002 : 61). Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.

Kepala sekolah sebagai sesorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, bertanggungjawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di sekolah. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai; maka kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin yang dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.

Wahjosumidjo (2002: 29) dalam kaitan kepemimpinan mengemukakan bahwa terdapat empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsultif, partisipatif, dan delegatif. Perilaku kepemimpinan tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri pokok yaitu: (1) perilaku instruktif-komunikasi satu arah, pimpinan membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pimpinan, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat; (2) perilaku konsultif pimpinan masih memberi instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan telah diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pimpinan mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan terhadap pengambilan keputusan, bantuan terhadap bawahan di tempatkan, tetap pelaksanaan keputusan tiap pada pimpinan; (3) perilaku partisipatif : kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan seimbang, pimpinan dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, berkomunikasi dua arah makin meningkat. Pimpinan makin mendengarkan secara interaktif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan makin bertambah; (4) perilaku delegatif pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapinya dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan langkah-langkah bsagaimana keputusan dilaksanakan dan bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusan sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan dari seseorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah. Terdapat empat macam pendekatan studi kepemimpinan, yaitu :(1) pendekatan pengaruh kewibawaan; (2) pendekatan sifat; (3) pendekatan perilaku, dan (4) pendekatan situasional.

Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan dua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat yaitu jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan teladan.

Fungsi dari kepemimpinan secara garis besar yaitu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam suatu organisasi agar mau melakukan apa yang dikehendaki seorang pemimpin guna tercapainya tujuan fungsi pemimpin menurut Sukamdiyo (dalam Eman, 2001) adalah :

a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah.

b. Fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan kelompok (group mani tenan cc) atau sosial.

Sedangkan syarat seorang demikianpun yaitu harus memiliki kemampuan dasar berupa technical skills, human skills, dan conceptual skills serta pengetahuan dan keterampilan profesional. Dengan terpenuhinya syarat sebagai seorang pemimpin, maka seorang kepada sekolah di tuntut memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, dan pembagian pelaksanaan tugas. Pemimpin yang baik akan memahami berbagai teori kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi dan mendapat persepsi yang positif dari para bawahan.

No comments:

Post a Comment